Dalam rangka memperkuat ketahanan pangan di Provinsi Jawa Barat, khususnya terkait pengendalian inflasi, pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah Daerah (CPPD) dan pengembangan agrowisata berbasis lahan pertanian, Pemprov Jawa Barat mengadakan studi banding ke Pemda DIY pada hari Senin (07/10/2024). Kegiatan ini langsung dipimpin oleh Sekretaris Daerah Pemprov Jawa barat dan diterima oleh Sekretaris Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Beny Suharsono. Peserta kunjungan kerja Provinsi Jawa Barat, terdiri dari Plh. Asisten Adminitrasi, Kepala Biro Perekonomian, Kepala Biro Organisasi, Kepala Biro Hukum, Kepala Biro PBJ, dan Plt. Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan. Turut hadir Pejabat Pemerintah Daerah DIY dalam acara tersebut Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY, Plt. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Kepala Biro Administrasi Perekonomian dan SDA Setda DIY, serta beberapa perwakilan OPD Paniradya Pati, BPKA DIY, Bappeda DIY, Dinas Pariwisata DIY, Biro Organisasi Setda DIY, Biro Mental dan Spiritual Setda DIY.
Adapun tujuan kunjungan kerja ini melakukan diskusi dan studi lapangan mengenai:
- Kebijakan dan Strategi Pengendalian Inflasi;
- Mempelajari pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah Daerah (CPPD);
- Mengetahui langkah-langkah strategis dalam menjaga ketahanan pangan;
- Mendalami pengelolaan agrowisata di lahan pertanian;
- Bertukar informasi dan pengalaman terkait kebijakan serta inovasi terkait stabilitas pangan;
- Pembahasan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP); dan
- Pengelolaan Hibah.
Dalam konteks pengendalian inflasi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kami mengacu pada kerangka 4K yang mencakup ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif. Berdasarkan data dari BPS (2024), Inflasi DIY berada pada target 2,5 ± 1% per September 2024. Angka ini menunjukkan adanya keberhasilan dalam pengendalian inflasi, namun tantangan tetap ada, terutama dalam menjaga stabilitas harga pangan.
Dalam hal ini, pengelolaan cadangan pangan pemerintah daerah menjadi aspek kritis dalam menjaga stabilitas harga dan mencegah kelangkaan pangan. Pendekatan kami dalam pengelolaan CPPD berbasis pada perhitungan ilmiah mengenai kebutuhan pangan daerah, proyeksi risiko, serta manajemen distribusi yang efektif.
Selanjutnya, pendekatan agrowisata yang berkelanjutan terbukti dapat meningkatkan produktivitas dan memperluas akses pasar bagi produk-produk pertanian lokal. Agritourism yang terintegrasi dengan produksi pertanian lokal membantu meningkatkan daya saing produk pertanian di pasar regional dan nasional dengan memanfaatkan sumber daya lokal secara lebih efisien.
Sebuah studi menunjukkan bahwa promosi agritourism dapat menarik konsumen yang peduli lingkungan, meningkatkan loyalitas terhadap produk pertanian, dan memperkuat hubungan antara petani dan konsumen, sehingga meningkatkan pendapatan petani serta mendukung keberlanjutan sektor pertanian.
Mataram pada masa lalu telah mengenal konsep food estate dengan pola pertanian CLS (Crop Livestock System), yang mengintegrasikan cocok tanam dengan ternak pada abad 17. Memerintah pada tahun 1613 – 1645, Sultan Agung telah menyadari, betapa strategisnya peran komoditi beras, bagi kelangsungan peradaban yang dipimpinnya.
Dalam upayanya, Sultan Agung bahkan telah melakukan rekayasa sosial dalam melaksanakan intensifikasi tanaman padi. Hali ini dilakukan dengan kerjasama antar petani dan antar kelompok tani, baik dalam tertib pola tanam, penggunaan air irigasi, pengendalian hama dan penyakit, penggunaan peralatan maupun dalam acara panen.
Mataram food estate yang pernah berjaya pada masa lampau, yang mana rintisannya tengah kami tegakkan kembali melalui konsep Lumbung Mataraman di era modern, melalui elaborasi Manunggaling Pamong lan Among Tani, gotong royong antara pemerintah dan petani.